Jumat, 04 Januari 2013

Surat Cinta untuk Sang Mahacinta :)


Surat Cinta untuk Sang Mahacinta
Bicara tentang cinta adalah hal paling diminati tiap remaja dan tak ku pungkiri, aku adalah salah satu di antaranya. Cinta, teman-temanku kebanyakan menyebutnya adalah sebuah keindahan dengan rasa yang unik yang Tuhan anugerahkan kepada tiap hamba-hamba-Nya, tapi tak jarang pula ada yang beranggapan cinta adalah satu kata yang membuat hidup mereka penuh derita. Ah, sejenak aku menghembuskan nafas dan berbisik pada hati untuk mendefinisikan cinta itu secara logikaku. Ya, aku dapati makna cinta, satu rasa yang terasa namun tak terlihat, yang memberi motivasi untuk melakukan apa saja, asal yang di cintai bisa bahagia karena kita, tak mengenal baik atau buruknya jika landasannya adalah nafsu belaka. Ini definisi cinta kepada lawan jenis yang aku logikakan dengan landasan fenomena zaman sekarang.
Namun cinta yang aku miliki dahulu, tidak seperti yang aku logikakan, tetapi malah mengajarkanku tentang sebuah keikhlasan, pengorbanan dan kebijaksanaan dalam menentukan keputusan. Keputusan yang akhirnya membawa  sang gadis kecil ini mengerti tentang aplikasi dari rasa cinta dan mengambil keputusan untuk memberikan besar cintanya hanya kepada sang Mahacinta, sehingga dia berani menentukan jalan hidupnya untuk tidak lagi mau mengenal –pacaran- sebelum menikah. J
Malam ini, aku mencoba mengingat-ingat kejadian tentang cinta itu sendiri yang aku alami kurang lebih 1 tahun yang lalu yang ceritanya cukup membuatku mengerti, mengapa Dia menitipkan rasa kecewa dan rasa sakit yang amat dalam pada hati sang makhluk kecil-Nya yang sedang beranjak usia ke-17 tahun. Inilah mengapa Dia menitipkan rasa sakir itu.
“Putri” panggil aku dengan sebutan ini! J
“Manis.” Gumamku dalam hati setelah melihat seorang cowok yang tinggi, kurus, kelihatan keren dengan kemeja iris-iris yang di kenakannya mulai memasuki kelas bimbel kami.
“Lihatin siapa hayooo?” tanya teman disebelahku.
“Hah?” dengan polosnya aku tersadar karena si kawan tiba-tiba mengagetkan lamunanku.
“Jaga mata, Put!” ingatnya padaku.
“Hehe, manis sih. Ramah juga deh kayaknya.” Jawabku dengan senyum simpul sembari mata masih sedikit curi-curi pandang kepadanya.
            Setelah dia masuk, pelajaran bimbel dimulai dan pulang. Bertemu dengan cowok cakep yang manis dan berwajah ramah membuat bimbel di hari pertama mengasyikkan, apalagi tahu kalau bakal satu kelas terus sampai dengan SNMPTN diadakan. J
“Cinta pada pandangan pertama?” gumamku dalam hati (lagi) saat meletakkan tas dan beranjak untuk memanjakan diri sejenak di kasur. Hah, terlampau cepat bahkan itu adalah hal konyol dan tidak masuk akal bila jatuh cinta hanya karena pandangan pertama yang meneduhkan mata.
“Cinta tak segampang karena tatapan saja, Putri.” Lagi dan lagi bisikan itu muncul dari hati.
Aku kembali heran kalau sudah begini rasanya. Apa iya ini rasa cinta? Karena kan biasanya, seseorang menaruh suka, sayang, apalagi sampai cinta sebab sudah mengetahui sifat-sifatnya dan sudah saling kenal, nah aku? Yang aku rasakan sama sekali bukan karena saling kenal, malah tahu nama saja pun tidak.
            Hari-hari aku jalani tetap dengan rasa yang aneh, jantung berdetak kencang ketika melihat dia, lebih kencang lagi kalau berselisih jalan, lebih akan kencang lagi kalau bersebelahan dengannya. Oh Tuhan, rasa apa ini? Tidak, ini hanya rasa kagum semata tanpa harus ada keinginan memiliki. Sudah cukup, cukup karena mencintai, aku jadi makhluk terlebay yang sok puitis dengan kata-kata cinta yang aku rangkai. Hehe J
            Sampai pada hari dimana aku bisa mengetahui siapa namanya, apa nama FB nya dan dimana dia tinggal serta dimana dia sekolah. Ya, informasi itu, aku dapat dari banyak temanku yang satu persatu mendukungku untuk lebih dekat dengan sosok si “manis” berwajah teduh itu. Hihihi.. :D

“Namanya -Wan Aprilio Ar-Rizky- biasa dia di panggil Kiky, Wan, dan bisa juga Rizky. Dia sekolah di SMA Nusantara, kelas XII Ipa 2, suka musik, jago bahasa inggris bahkan sedang mengajar bimbel anak-anak SD sampai SMP di Bimbingan Belajar Gadjah Mada di selang kesibukan sekolah dan juga bimbelnya sendiri, terus dia itu lagi les piano, ngefans sama Kevin Vierra, suka becanda, dan ramah.” Sekilas info dari temanku yang ternyata temannya teman aku adalah sespupunya yang bersangkutan. Bingungkan? :p hehe

            Akhirnya, akibat kejahilan sahabat sebangkuku di kelas dan teman-temanku, aku mengenalnya lebih dekat, sering telfonan dengannya hampir tiap malam dengan topik yang berbeda-beda, tapi saat itu dia tidak mengenal siapa aku dan bagaimana rupaku. Dengan kata lain, dia belum pernah melihat bagaimana sosokku secara langsung, tanpa dia sadar selama ini kami sudah saling bertemu, tapi dia tak pernah memperhatikan siapa yang selama ini memperhatikannya. Ya, aku mencintainya dengan diam-diam. J
“Bagaimana PDKT nya sama Wan, Put?” tanya Nisa (baca= sahabat sebangkuku dikelas)
“Menurut kamu?” jawabku sembari memperlihatkan senyum lebarku.
“Cieee, tadi malam masih telfonan juga kah?”
“Masih dong, dan tahu nggak? Ternyata kami itu selain hampir memiliki kesamaan di nama, kami juga sama-sama anak pertama. Dia anak cowok satu-satunya dari 3 bersaudara sementara aku anak cewek satu-satunya pun dari 3 bersaudara.” Jelasku dengan penuh semangat.
“Cie cie cieee.” Satu gengku serempak mengejekku dan aku cuma bisa mesem-mesem nggak jelas.. hehe.. Ya, aku punya geng atau bisa di bilang para sahabat yang berjumlah 9 orang, yang semua adalah cewek. Satu sahabat yang paling dekat denganku adalah sebangkuku. Sahabat yang mencomblangiku agar dekat dengan si Wan.
            Waktu berjalan dengan indahnya sehingga aku larut dalam rasa yang sebenarnya aku membenci rasa itu, kalian tahu? Rasa cinta yang bisa dengan mudahnya mengikis rasa cintaku kepada Allah. Waktu itu, kerap kali hatiku berkata aku mencintanya karena Allah, tapi pada akhirnya dia yang aku cintai, begitu saja menghilang tanpa alasan yang aku tidak tahu pasti karena apa dan yang pada akhirnya aku harus mengakui bahwa aku mencintai orang yang salah dan mengambil pelajaran, bahwa Allah menitipkan rasa cintaku untuknya, semata-mata adalah agar mata dan hatiku terbuka lebar untuk menyadari betapa salahnya aku jika melampiaskan cinta dengan berharap menjadi pacarnya atau betapa sangat bodoh jika masih mencintainya dan berharap dia membalas rasa cintaku yang akhirnya aku menelan pil pahit setelah tahu, bahwa rasa cintanya ternyata untuk orang yang selama ini aku percaya. Kalian tahu siapa yang aku maksud bukan? J
            Aku masih mengingat tepat hari apa mereka bertemu tanpa sepengetahuanku, meskipun aku memang bukan siapa-siapanya Wan yang harus tahu dia sedang bertemu dengan siapa dan dimana. Hingga satu kalimat kejujuran terucap dari bibir manisnya sahabatku (yang aku percayai selama ini) dikeesokkan harinya di kelas, “Aku kemarin ketemuan sama Wan, Put. Kami ngobrol bareng tentangmu loh.” Ungkapnya.
“Oh ya?” responku dengan bibir senyum sedikit terpaksa saat itu meskipun ada embel-embel ngobrol tentangku.
Yang pada saat sebelum Wan bertemu denganku, ternyata dia bertemu dengan sahabatku terlebih dahulu. Dan disinilah kedekatan mereka semakin dekat dan rasa cinta antara mereka bermula. Tepatnya hari jum’at sepulang sekolah. Nyesek, benar-benar nyesek yang aku rasakan saat itu, cemburu, sakit, kecewa, meskipun iya belum ada hubungan pacaran di antara aku dan Wan. Aku memang tidak berhak memiliki rasa cemburu, tapi aku takut jika ketakutanku selama ini menjadi kenyataan yang sudah pasti kalau jadi nyata akan terasa sakit sekali rasanya. Tiba-tiba suara hati itu muncul dan bertanya lagi, “Bukankah awalnya kamu berkata mencintai Wan karena Allah, Putri? Maka meskipun sakit yang terasa, ikhlaskanlah dan tersenyumlah karena Allah sayang kepadamu dan Dia tak mau kamu menduakannya dengan terus mencintai orang yang salah.” Aku mendadak badmood dan dari hari itu aku menjadi sosok yang lain, yang awalnya ramah menjadi pemurung, yang ceria menjadi pendiam dan yang suka becanda menjadi sensitif. Persahabatan yang hampir terjalin 2 tahun itu terasa mulai hilang keharmonisannya, mulai dari cacian sahabatku di jejaring sosial karena menganggap aku menjelekkan namanya di depan teman-temannya sebab kedekatannya dengan Wan, sampai dengan tak saling bertegur sapa meskipun kami sebangku yang berjalan hampir 1 bulan lamanya. Sampai pada suatu hati aku memulai untuk berbicara dengannya, tepat di depan mushola dan aku masih mengingat apa yang aku katakan padanya dulu. “Masih kekeh dengan keadaan ini? Nggak capek terus-terusan diam karena hal sepele, nis?” tanyaku dengan wajah sedikit menyesal. Aku lantas menjelaskan kesalahpahaman dia terhadapku dan meluruskan semua permasalahan hingga dengan mudahnya dia mencaci maki aku di status facebooknya, yang mengatakan aku munafik, aku ingin menjelekkannya, aku sok alim, aku sok tegar dan segala macamnya. Setelah aku selesai menjelaskan semuanya, dia memelukku dan meminta maaf karena sudah memaki-maki sampai memblokir aku dari pertemanan facebooknya.
“Aku mau cerita sama kamu, tapi jangan kecewa ya, Put.” Ujar Qeyzz (teman segengku)
“Bilang aja, isnyaAllah aku siap mendengarnya.” Jawabku sedikit tersenyum. Yang sebelum dia bercerita, perasaan tidak enak dan dugaan cerita yang akan di sampaikannya adalah tentang kedekatan Wan dengan Nisa dibelakangku.
“Kemarin, aku lihat Wan sama Nisa boncengan lewat Nusantara nggak tahu mau kemana.”
Aku terdiam, ingin meneteskan air mata namun tertahan karena malu. Yang terbesit dalam hati hanya kalimat, “Kan, benar apa dugaanku.”
“Oh, mungkin ada keperluan apa gitu sampai si Nisa jalan bareng Wan.” Jawabku dengan nada sedikit melemah dan berusaha tetap mengontrol diri dengan berpositif thinking. Selang beberapa menit aku menghampiri Nisa dan memberanikan diri menanyakan kabar yang dibawa Qeyzz.
“Kemarin jalan bareng Wan ya, Nis?”
“Hah?” dengan sedikit terkejut kemudian dia menjawab “Iya, put.” Dengan wajah datar.
“Ada keperluan apa? Hayoooo, jangan-jangan kaliaaann?” aku menyimpan rasa kecewaku.
“Haha, nggak kok, kemarin aku minta temenin dia, buat ngantar aku ke tempat servis laptop karena laptop aku rusak.”
“Ooo.” Responku dengan senyum simpul. Padahal jauh di dalam hati aku bertanya, dari begitu banyak teman cowok yang dia kenal, kenapa harus Wan yang di mintanya untuk menemani mencari tempat servis laptop? Dia punya banyak teman cowok yang hampir semuanya menyukainya karena dia berparas lebih cantik daripada aku, tapi kenapa harus dengan Wan? Aku semakin kecewa.
            Sebulan kemudian, sampai suatu hari pertemuan yang tidak aku pikirkan sebelumnya pun terjadi. Aku, Wan dan Nisa bertemu, yang pada saat itu ketika sedang menunggu angkot untuk pulang, tiba-tiba Nisa memanggilku dan berjalan menghampiriku bersama Wan. “Apa ini? Akankah hari ini semua yang disembunyikan akan di ungkap?” tanyaku dalam hati.
“Ya? Ada yang mau di omongin?” tanyaku saat mereka tiba di depanku.
Seketika suasana hening. Dan aku mengambil inisiatif untuk memulai karena aku tahu apa yang akan mereka ungkapkan sebelum mereka mengatakan dengan jujur semuanya.
“Mau bilang kalau kalian sudah jadian? Sudah pacaran? Dan kamu, Wan, udah tahu kalau Aku selama ini menyukai kamu?” dengan lantang semua itu aku ucapkan dan lagi-lagi dengan tersenyum aku menyembunyikan bahwa apa yang aku rasakan saat itu benar-benar sakit. (Betapa dangkalnya ilmu agamaku pada saat itu) L
“Maaf, Put.” Cuma kata ini yang keluar dari bibir sahabat yang selama ini aku percaya, (baca = yang awalnya berniat mencoblangkanku dengan Wan).
“Nggak masalah kok, apa dengan semua kata maaf keadaan akan berpindah alih menjadikan Wan pacarku? Tidakkan?” ungkapku masih dengan senyuman.
“Maaf banget ya, Put.” Ucap Wan padaku sembari menjulurkan tangannya.
“Nggak masalah kok, semua udah nggak ada lagi yang harus di permasalahkan.” Jawabku sembari menyambut uluran tangannya.
Nisa tetap terdiam dan menatapku penuh dengan sorotan mata yang artinya aku pun tak tahu, antara menyesal atau antara kasihan melihatku menangis di dalam hati.
“Udahkan? Masalah selesai bukan? Selamat ya udah jadian, semoga langgeng.” Ucapku sembari pamitan kepada mereka sambil menyetop angkot yang lewat dan pulang dengan rasa kecewa.
            Kalian bisa rasakan apa yang aku rasa? Saat cinta di balas dengan pengkhianatan, baik dari yang dicintai maupun sahabat sendiri. Dari cinta yang lalu itu, aku belajar pengorbanan, keikhlasan melepas dan pada akhirnya aku hidup dengan bayang-bayang masa lalu yang menyebabkan sampai sekarang aku takut jika menaruh cinta tulus kepada yang mulai aku sukai. Dari kejadian itu pula aku membenci diriku jika aku mulai suka kepada seseorang, karena apa? Aku takut rasa itu akan mengikis rasa cintaku kepada Sang Mahacinta. Ternyata bisikan nurani yang kerap kali muncul saat aku tahu cintaku tak terbalas memang  tak pernah salah, “Cukuplah aku tahu, bahwa Allah tidak mau aku menduakan-Nya.” Kini, aku pun menyadari, rasa kecewa yang Allah titipkan di dalam dada sampai saat ini mengajarkanku arti ketulusan, mengajarkanku apa itu mencintai karena-Nya dan mengajarkanku bahwa pacaran hanyalah satu ladang maksiat penuh dengan keindahan namun membawa murka-Nya, pun bukan jalan terbaik untuk mengaplikasikan rasa cinta. Aku tidak mau murka-Nya ada buatku, aku lebih baik sendiri menunggu sembari memperbaiki diri untuk mendapatkan imam yang shalih daripada harus menyibukkan diri untuk pacaran dengan orang yang belum tentu menjadi imamku kelak. Hingga aku putuskan, surat cinta dan lantunan syair-syair indah yang aku ciptakan dengan penuh cinta hanya akan aku persembahkan untuk-Nya di setiap sepertiga malamku atau di setiap keindahan pagi lewat dhuhaku. Allah, izinkan aku tetap istiqomahkan diri untuk  meletakkan cinta tertinggiku hanya untuk-Mu dan izinkan aku menikah tanpa pacaran, sebab aku percaya Engkau telah menetapkan imamku kelak adalah yang shalih apabila aku disini sibuk dengan menshalihakan diriku. Terimakasih telah menitipkan luka yang meskipun luka itu sampai sekarang masih membekas jelas, tapi berkat luka itu aku belajar banyak hal tentang cinta yang seharusnya aku miliki, yaitu cinta hakiki hanya untuk-Mu, yang dengan cinta itu hidupku akan lebih indah dan terjaga karena aku adalah seorang wanita. J Allah, jaga mereka, meskipun mereka masuk ke dalam daftar nama orang-orang yang membuatku takut jatuh cinta dengan landasan tulus hingga saat ini...!! J

0 komentar:

Posting Komentar